Rabu, 02 April 2014

Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomis

Konsep dan pengukuran efisiensi merupakan suatu hal yang penting (Farrell, 1957). Masalah pengukuran efisiensi produksi dari suatu industri merupakan hal penting baik untuk tujuan pengembangan teori ekonomi maupun bagi kepentingan para pembuat kebijakan di bidang pembangunan ekonomi. Jika argumen-argumen teoritis terhadap efisiensi secara relatif dari sistem-sistem ekonomi yang berbeda-beda hendak dijadikan uji empiris, maka sangatlah perlu untuk membuat beberapa pengukuran efisiensi aktual. Demikian juga halnya jika perencanaan ekonomi dikonsentrasikan pada suatu industri tertentu, maka sangatlah penting untuk mengetahui seberapa besar kenaikan output yang diharapkan dari industri tersebut dengan hanya meningkatkan efisiensinya tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya tambahan lainnya lebih jauh.

Fungsi produksi yang pengertiannya sama dengan fungsi produksi frontier (production frontier), di dalam literatur mikroekonomi, adalah deskripsi tentang hubungan antara input dan output suatu industri. Secara tegas dinyatakan bahwa fungsi produksi menunjukkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dengan kombinasi penggunaan berbagai jumlah input (Debertin, 1986). Dengan kata lain, fungsi produksi mendeskripsikan hubungan teknis yang mentransformasikan input-input (sumberdaya-sumberdaya) menjadi output-output (komoditas-komoditas). 

Secara umum fungsi produksi dinyatakan sebagai:
y=f(x).....(1)

di mana y adalah output industri dan x adalah input yang digunakan untuk memproduksi output tersebut.
Fungsi produksi, jika diketahui, dapat memberikan gambaran teknologi produksi. Perhitungan efisiensi secara relatif dapat dilakukan terhadap fungsi ini. Secara khusus, inefisiensi teknis ditentukan oleh jumlah deviasi dari fungsi produksi. Di dalam istilah ekonomi, inefisiensi teknis menunjukkan kegagalan suatu industri untuk beroperasi pada fungsi produksi (frontier). Hal ini menunjukkan inefisiensi yang disebabkan oleh waktu dan metode dari aplikasi input-input produksi (Ali dan Byerlee, 1991). Sebab-sebab potensial dari inefisiensi teknis adalah informasi yang tidak lengkap, keterampilan teknis yang kurang memadai dan motivasi yang kurang kuat (Daryanto, 2000).

Pengertian efisiensi di dalam tulisan ini diambil dari tulisan Farrell (1957), diacu dalam Coelli et al. (1998). Farel memperkenalkan bahwa efisiensi terdiri dari efisiensi teknis (Technical Efficiency-TE) yakni kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan output maksimum dari penggunaan suatu set (bundle) input. Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk berproduksi pada kurva frontier isoquant. Definisi lain menunjukkan bahwa TE adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan input minimum pada tingkat teknologi tertentu. Efisiensi alokatif (Allocative Efficiency-AE) adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga dan teknologi produksi yang tetap (given). AE merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan sejumlah output pada kondisi minimisasi rasio biaya dari input. Gabungan kedua efisiensi ini disebut efisiensi ekonomi (Economic Efficiency-EE) atau disebut juga efisiensi total. Hal ini berarti bahwa produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan baik secara teknis maupun ekonomis adalah efisien.

Untuk mengilustrasikan konsep efisiensi-efisiensi tersebut, Farrell menggunakan contoh sederhana dari suatu industri yang menggunakan hanya dua input, x1 dan x2 untuk menghasilkan output y. Fungsi produksi yang efisien (diasumsikan sudah diketahui) dapat ditulis:
y=f(x1,x2).....(2)
Dengan asumsi constant return to scale (CRS), maka persamaan (2) dapat ditulis:

1 = f(x1/y,x2/y).....(3)

Asumsi CRS dibuat dengan catatan bahwa fungsi produksi itu sudah sangat efisien (beroperasi pada skala optimal) pada daerah dua dari fungsi produksi neoklasik. Fungsi produksi tersebut adalah homogen derajat 1 (jika penggunaan input ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka output juga akan meningkat dengan proporsi yang sama). Suatu fungsi produksi homogen derajat n akan menghasilkan suatu return to scale parameter dari suatu nilai n yang konstan. Asumsi CRS ini mengijinkan teknologi untuk direpresentasikan dengan menggunakan isoquant (kombinasi dari berbagai input yang dapat digunakan untuk menghasilkan output yang sama), seperti yang diilustrasikan pada Gambar 27 berikut ini. Asumsi CRS ini dinyatakan secara eksplisit untuk menunjukkan bahwa pengukuran yang berorientasi input dan output adalah equivalen.


Teori Produksi

Dalam berbagai literatur ekonomi produksi, pendekatan analisis produksi suatu perusahaan pertanian atau usahatani selalu dikategorikan atas beberapa bagian yakni sistem produksi satu output dengan satu input produksi atau dengan multi input, atau multi input dengan multi output. Berbagai sistem anlisis produksi tersebut memakai konsep fungsi produksi yang sama. Konsep fungsi produksi (production function) sudah banyak dibahas oleh para ahli ekonomi pertanian yang antara lain oleh Doll dan Orazem (1984), Debertin (1986), Binger dan Hoffman (1988), dan Bettie dan Taylor (1994). Dari semua konsep diketahui bahwa fungsi produksi menunjukkan hubungan teknis (technical relationship) antara sejumlah input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi.

Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kualitatif dari berbagai macam kemungkinan-kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Dalam suatu proses produksi terdapat banyak faktor-faktor produksi yang digunakan tetapi tidak semua faktor produksi digunakan dalam analisis fungsi produksi, karena analisis ini hanya merupakan fungsi pendugaan sehingga tergantung dari penting tidaknya pengaruh faktor produksi tersebut terhadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya dalam proses produksi pertanian terdapat variabel peubah tak bebas (dependent variable) (Y) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi atau variabel-variabel bebas (independent variable) (X); atau dalam bentuk umumnya Y = f(X).

Dalam teori ekonomi mikro yang standar, konsep fungsi produksi membentuk dasar untuk mendeskripsikan hubungan input-output bagi perusahaan atau produsen. Jika diasumsikan bahwa faktor produksi adalah homogen dan informasi tersedia lengkap (sempurna) tentang teknologi yang ada, maka fungsi produksi mewakili sejumlah metode untuk menghasilkan output. Lebih jelas lagi, fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang bisa dicapai dengan mengkombinasikan berbagai jumlah input. Coelli et al., (1998), menjelaskan bahwa fungsi produksi frontier (frontier production function) memiliki definisi yang tidak jauh berbeda dengan definisi fungsi produksi dan banyak digunakan saat menjelaskan konsep pengukuran efisiensi. Frontier digunakan untuk lebih menekankan kepada kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi.

Debertin (1986) menjelaskan tiga tahap proses produksi yaitu :

  1. tahap pertama, kondisi di mana produk rata-rata atau avarage product (AP) meningkat, daerah ini dikatakan sebagai daerah yang irasional atau daerah tidak atau belum efisien; 
  2. tahap kedua, kondisi yang ditandai memuncaknya kurva produk rata-rata (AP), kemudian menurun dan dibarengi dengan menurunnya produk marginal atau Marginal Product (MP) tetapi masih positif, daerah ini disebut daerah yang rasional atau efisien; dan 
  3. tahap ketiga, kondisi yang ditandai menurunnya produk marginal (MP negatif), daerah ini disebut sebagai daerah yang tidak rasional atau sudah tidak efisien. 

Penjumlahan elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi sekaligus menunjukkan tingkat besaran skala ekonomi usaha (return to scale). Skala ekonomi usaha merupakan respon dari perubahan output yang dihasilkan karena perubahan proporsional dan seluruh inputnya. Fungsi produksi Linier Berganda, Cobb-Douglas dan Translog dapat digunakan untuk menguji fase pergerakan skala ekonomi usaha (return to scale) atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu proses produksi yaitu dengan menjumlahkan elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi. Menurut Soekartawi (2003), berdasarkan penjumlahan elastisitas produksi dari faktor-faktor produksi ke-i (ΣEpi) maka ada tiga kemungkinan keadaan fase pergerakan skala ekonomi usaha (return to scale) yaitu:

  1. Kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan produksi (output) yang proporsinya lebih besar. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penjumlahan elastisitas produksi dari faktor produksi ke-i lebih besar dari satu (ΣEpi > 1)
  2. Kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), berarti penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Kondisi tersebut menunjukkan penjumlahan elastisitas produksi dari faktor produksi ke-i sama dengan satu (ΣEpi = 1).
  3. Kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale), berarti proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi yang diperoleh. Kondisi tersebut menunjukkan penjumlahan elastisitas produksi dari faktor produksi ke-i lebih kecil dari satu (ΣEpi < 1).

Coelli et al. (1998) memperkenalkan berbagai jenis fungsi produksi yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi. Penelitian ini menggunakan fungsi produksi stokastik. Dengan metode fungsi produksi stokastik faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang diduga akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis produksi yang akan dicapai dapat ditangkap dan dijelaskan dengan bantuan model ekonometrika. Sementara itu, faktor-faktor penyebab ketidak-efisienan juga dapat ditangkap pada saat yang bersamaan. Di samping itu juga dapat diestimasi apakah inefisiensi disebabkan oleh random error dalam pengumpulan data dan sifat dari beberapa variabel yang tidak dapat terukur (faktor eksternal) atau disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam proses produksi (faktor internal).